Pengikut

Minggu, 05 Juni 2011

Mendampingi Pasien yang Hampir Maninggal


MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL

MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL
By Eny Retna Ambarwati


Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih kearah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup.

A. DISKRIPSI RENTANG POLA HIDUP SAMPAI MENJELANG KEMATIAN
Menurut martocchio dan default mendiskripsikan rentang pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1. Pola puncak dan lembah
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah). Pada kodisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi.

Gambar 9.1 : Martocchio Patterns of living-dying 
2. Pola dataran yang turun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.

Gambar 9.2 : Martocchio Patterns of living-dying
3. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan kondisi yang menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU)

Gambar 9.3 : Martocchio Patterns of living-dying
4. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.

Gambar 9.4: Martocchio Patterns of living-dying

B. PERKEMBANGAN PERSEPSI TENTANG KEMATIAN 
1. Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer
2. 5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari
3. 9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6. 45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
7. 65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal

C. PERUBAHAN TUBUH SETELAH KEMATIAN
1. Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
2. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai mencapai suhu ruangan.
3. Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.

D. PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT
1. Definisi
Perawatan pasien yang akan meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
2. Tujuan
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian
3. Persiapan alat
a. Disediakan tempat tersendiri
b. Alat – alat pemberian O2
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sighn
e. Pinset
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
4. Prosedur
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
g. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan

E. PERAWATAN JENAZAH
1. Definisi
Perawatan pasien setelah meninggal dunia
2. Tujuan
a. Membersihkan dan merapikan jenazah
b. Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insani
c. Memberi rasa puas kepada sesama insani
3. Persiapan alat
a. Celemek 
b. Verban/kassa gulung
c. Sarung tangan
d. Pinset
e. Gunting perbant
f. Bengkok 1
g. Baskom 2
h. Waslap 2
i. Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
j. Kartu identitas pasien
k. Kain kafan
l. Kapas lipat lembab dalam kom
m. Kassa berminyak dalam kom
n. Kapas lipat kering dalam kom
o. Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
p. Kapas alkohol dalam kom
q. Bengkok lysol 2-3%
r. Ember bertutup 1
4. Prosedur
a. Memberitahukan pada keluarga pasien
b. Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
c. Mencuci tangan
d. Memakai celemek
e. Memakai hands scoon
f. Melepas perhiasan dan benda – benda berharga lain diberikan kepada keluarga pasien (dimasukkan dalam kantong plastik kecil)
g. Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT tube dll)
h. Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup dengan kassa lembab
i. Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
j. Membersihkan bagian telinga dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
k. Membersihkan bagian mulut dengan kassa
l. Merapikan rambut jenazah dengan sisir
m. Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban gulung
n. Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki
o. Membuka pakaian bagian atas jenasah, taruh dalam ember
p. Melipat tangan dan mengikat pada pergelangan tangan dengan verban gulung
q. Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
r. Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
s. Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke arah kiri dengan meminta bantuan keluarga
t. Memasukkan kassa berminyak ke dalam anus jenasah
u. Melepas stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan kain kafan, lipat stick laken dan taruh dalam ember.
v. Mengembalikan ke posisi semula
w. Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari – jari jempol dengan menggunakan verban gulung.
x. Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
y. Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
z. Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
å. Alat – alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat kasur
ä. Merapikan alat
ö. Melepas hand scoon
aa. Melepaskan celemek
bb. Mencuci tangan

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Konsep Dasar Praktek Klinik

 Mendampingi Klien Yang kehilangan
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian. Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan segalanya yang bisa dilakukan........”
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.

Konsep Kehilangan dan berduka
(sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya: Asuhan Keperawatan pada pasien kehilangan dan berduka)


Arti Kematian 
Kematian terjadi bila:
- Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah terhenti secara pasti
- Penghentian ireversibel setiap fungsi otak telah terbukti
Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung terhenti.jantung seseorang telah terhenti. 

Tanda-tanda Kematian
1. Dini: 
• Pernafasan terhenti , penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi)
• Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian 
• Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman air) 
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penuruna suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (dekomposisi)
• Adiposera (lilin mayat)
• Mumifikasi 

Perawatan Setelah Kematian
• Menangani tubuh klien secepat mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan atau perubahan bentuk tubuh (setelah kematian tubuh akan mengalami perubahan fisik) 
• Beri kesempatan keluarga untuk melihat tubuh klien
• Luangkan waktu bersama keluarga untuk membantu mereka dala melewati masa berduka
• Siapkan kondisi ruangan sebelum keluarga melihat mayat klien
• Perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin 


Dampak sakit Terminal
• Gangguan psikologis
• Gangguan somatis
• Gangguan seksual
• Gangguan sosial
• Gangguan dalam bidang pekerjaan 

GEJALA DAN MASALAH YANG SERING DIJUMPAI PADA BERBAGAI SISTEM ORGAN
Sistem Gastrointestinal
- Anorexia 
- Konstipasi
- Mulut kering dan bau
- Kandidiasis dan sariawan mulut
Sistem Genitourinaria
- Inkontinensia urin
Sistem Integumen
- Kulit kering/pecah-pecah
- Dekubitus 
Sistem Neurologis : 
- Kejang
Perubahan Status Mental
- Kecemasan
- Halusinasi
- Depresi

Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal
a. Pengkajian
• Faktor Predisposisi 
• Faktor Presipitasi (Kehilangan bio, psiko, sosial, spiritual) 
• Perilaku 
• Mekanisme Koping 

b. Diagnosa Keperawatan
1. Dukacita adaptif b.d kehilangan kepemilikan pribadi 
2. Dukacita maladaptif b.d penyakit Terminal kronis
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis (respon dukacita yang tertahan) 
4. Perubahan proses keluarga b.d transisi/krisis situasi
5. Isolasi sosial b.d sumber pribadi tidak adequat 
6. Gangguan pola tidur b.d stress karena respon berduka
7. Distress spiritual b.d perpisahan dari ikatan keagamaan dan kultural 

c. Intervensi
1. Akomodasi dukacita
2. Menerima realitas kehilangan 
3. Mencapai kembali rasa harga-diri 
4. Memperbarui aktivitas atau hubungan normal
5. Terpenuhinya kebutuhan fisiologis, perkembangan dan spiritual
6. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan 
7. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas seharí-hari 
8. Mempertahankan harapan 
9. Mencapai kenyamanan spiritual 
10. Meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi 

d. Implementasi
1. Komunikasi terapeutik
a. Denial
Pembantahan ini menyangkut penyakit atau pronologis yang fatal. Pembantahan ini hanya diepaskan sedikit demi sedikit dalam suatu relasi kepercayaan dan pasien untuk diberi waktu untuk itu.



b. Anger
Dalam fase ini pasien memberontak melawan suratan nasip ,melawan Tuhan. Secara konkrit kemarahannya diarahkan kepada dokter, perawat atau keluarga terdekat. Yang penting ialah dokter atau perawat tidak menanggapi dengan mencap pasien sebagai pasien rewel.
c. Bergaining
Pasien mencoba meloloskan diri dari nasibnya atau sekurang-kurangnya menundanya. Dalam fase ini kita sering melihat pasien mencari kesembuhan dangan konsutasi pada dokter lain atau ia mencoba pengobatan alternatif
d. Depression
Jika akhir kehidupan harus diakui dengan tidak mungkin dihindarkan lagi, pasien menjadi sedih dan depresi. Konselor berusaha mendobrak kesedihan, terutama membuat pasien menyelesaikan hal-hal yang masih harus diurus atau memperbaiki kesalahan dahulu. Dengan cara ini pasien dapat meninggal dengan tenang dan damai.
e. Aceptence
Dalam fase ini konselor tidak boleh kecewa kalu fase terakhir tidak tercapai. Konselor harus mendampingi pasien dan tidak memaksa cara yang paling dianggap ideal
Orang yang paling dapat bertindak sebagai konseling kepada pasien terminal adalah dokter. Selain itu perawat seringkali juga paling dekat dengan pasien juga dapat memberikan konstribusi yang sangat berharga.
Hal penting yang harus dimiliki konselor adalah empati, yang penting pasien mendapat kepastian bahwa ia tidak ditinggalkan sendirian.
2. Pemeliharaan harga diri
3. Peningkatan kembalinya aktivitas kehidupan
4. Merawat klien menjelang ajal dan keluarganya

l